Pesantren: Asal-usul Kelembagaan

Oleh: Murodi al-Batawi

Pesantren yang kita kenal sekarang ini, memiliki latar histotis yang sangat lama dan panjang. Institusi ini merupakan lembaga pendidikan tertua dan khas Indonesia. Ia telah memainkan peran yang sangat penting dalam proses pencerdasan generasi Muslim Indonesia.

Dari lembaga inilah lahir para Ulama, Mujahid, Pemikir, budayawan dan intelektual hebat serta para pejuang kemerdekaan Indonesia dan ternama. Sebut saja, miisalnya, KH. Wahab Hasbullah. KH. Hasyim Asy’ari, KH. Holil Bangkalan. Syeikh Nawai al-Bantani, KH. Nur Ali, dan lain sebagainya.

Mereka telah memainkan persan pada posisi mssing, dengan tidak meninggalkan peran dan fungsinya sebagai Ulama. Bahkan tidak hanya sebatas perjuangan kemerdekaan Indonesia, juga pra kemerdekaan dan pascakemerdekaan. Menjadi penyuluh di tengah gulitanya ilmu pengetahuan.

Pengertian dan Asal Usul Pesantren

Banyak ahli berbeda pendapat mengenai asal usul dan penamaan pesantren. Salah seorang di antaranya, Abu Hamid. Ia mengatakan bahwa diksi pesantren berasal dari bahasa Sanskerta yang memperoleh wujud dan pengertiannya tersendiri dalam bahasa Indonesia. Kata Pesantren berasal dari kata Sant yang berarti orang baik.

Kemudian disambung dengan kata tra/tri, yang betarti Suka Menolong. Di diksi Santri diberi awalan Pe dan akhiran an. Jadi kata Pesantreaan dan kemudian berubah menjadi Pesantren, yang berarti tempat pendidikan anak-anak supaya menjadi orang baik. Institusi ini sudah ada jauh sebelum agama Islam datang ke Indonesia.

Pada saat itu, Pesantren merupakan lembaga pendidikan agama Budha dan Hindu. Dan Pesantren mengalami transformasi luar biasa semenjak awal kedatangan Islam di Infonesia.

Sedangkan menurut Zamakhsyari Dhofier, bahwa kata Pesantren berasal dari kata dasar Santri yang berasal dari bahasa Tamil yang berarti Guru Mengaji. Sedangkan menurut CC. Berg, diksi pesantren berasal dari kata Shastra yang berarti Buku-Buku Suci, Buku-buku Agama dan Buku-buku pengetahuan.

Dengan demikian, istilah pesantren tersebut masuk ke Indonesia bersamaan dengan kedatangan dan perkembangan agama Hindu sebelum kedatangan agama Islam. Setelah datangnya agama Islam institusi ini ditransformasikan ke dalam sistem Islam dan kemudian kontens lembaga pesantren ini diisi dengan program pendidikan Islam sesuai dengan tujuan program pengembangan agama Islam.

Berdasarkan alasan terminologis, persamaan bentuk antara pesantren dan pendifikan Hindu di India dapat dianggap sebagai petunjuk untuk menjelaskan mengenai asal usul sistem pendidikan pesantren.

Pada zaman kerajaan dahulu, ada kebijakan yang dikeluarkan oleh kerajaan untuk memberikan satu wilayah atau daerah yang diperuntukan bagi pengembangan pendidikan dan diserahkan kepada tokoh agama untuk dimanfaatkan sebagai daerah otonomi penuh untuk pengembangan ajaran agama Hindu. Daerah itu diberi nama Perdikan, yang dibebaskan dari berbagai pungutan pajak, seperti yang dikenakan pada daerah lain.

Para pengelola dan guru di lembaga pendidikan Hindu ini tidak mendapat gaji, tetapi mendapatkan penghormatan luar biasa dari kerajaan dan masyarakat. Daerah perdikan biasanya terketak di pedesaan dan jauh dari pusat kota dan keramaian, sehingga mereka, baik para guru maupun para murid terbebas dari pengaruh dari luar, dan mereka hanya fokus mengajarkan dan mengembangkan ajaran agama Hindu dan Budha.

Diperkirakan, menurut Ziemek, pesantren di Indonesia mencontoh bentuk lembaga pendidikan Hindu-Budha dengan mengubah bentuk pendidikan Asrama dan Mandala, seperti lembaga pendidikan yang ada di Infia, Burma/Myanmar dan Muangthai ataupun di Jawa pra Islam.

Sedangkan menurut Clifford Geertz mengatakan bahwa pengertian Santri diturunkan dari bahasa Sanskerta, Shasstri yang berarti ilmuan Hindu yang pandai menulis. Kata Shashtri punya arti seirang pelajar yang ingin memperdalam ilmu agama. Kemudian diksi ini dalam tradisi penduduk Jawa muslim diadopsi menjadi penduduk Jawa yang menganut Islam dengan sunguh-sungguh, rajin shalat, dan sebagainya. Demikian pengertian istilah Santri dan pesantren. {Odie}

Murodi Al Batawi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *