Oleh : Murodi al-Batawi
Dahulu, mungkin juga masih ada hingga kini, ada sebuah tradisi yang dilakukan komunitas masyarakat Betawi Jabodetabek, atau daerah Serang, Banten, yaitu potong kerbau, orang Betawi menyebutnya Kebo, menjelang lebaran. Hal ini dilakukan karena hampir setiap lebaran dan hari besar Islam, orang Betawi suka menyembelih kerbau dan dagingnya untuk dijadikan menu makan atau kuliner berupa *Semur Betawi* kuliner yang sangat khas Betawi, yang biasa tersedia pada Hari Raya Lebaran.
Asal-Usul Tradisi
Tradisi potong kerbau atau *ngandil* daging kerbau berasal dari kebiasaan masyarakat Betawi di Jabodetabek,?yang telah ada sejak zaman kolonial Belanda. Pada saat itu, masyarakat Betawi sering mengadakan acara-acara adat dan ritual keagamaan yang melibatkan penyembelihan hewan, termasuk kerbau.
Tradisi potong kerbau memiliki makna dan tujuan yang mendalam. Selain sebagai bentuk rasa syukur dan kegembiraan, tradisi ini juga memiliki tujuan untuk Memperkuat : ikatan sosial dan kekeluargaan dalam masyarakat Betawi. Menunjukkan rasa hormat dan kesyukuran kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menghormati leluhur dan tradisi yang telah ada sejak lama.
Kebudayaan dan Tradisi
Tradisi potong kerbau merupakan bagian dari kebudayaan dan tradisi masyarakat Betawi. Tradisi ini telah ada sejak lama dan terus dilestarikan hingga saat ini. Tradisi ini juga merupakan bentuk ekspresi kebudayaan dan keagamaan masyarakat Betawi. Karena itu tradisi potong kerbau memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Betawi, yaitu:
1. Memperkuat ikatan sosial dan
kekeluargaan.
2. Menunjukkan rasa hormat dan
kesyukuran kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
3. Menghormati leluhur dan tradisi
yang telah ada sejak lama.
Daging yang dipotong kemudian dibagikan kepada para angota perkumpulan ngandil untuk dijadikan bahan Semur Daging Betawi. Untuk memenuhi kebutuhan pembuatan Semur Lebaran, biasanya, beberapa bulan sebelum waktu lebaran tiba, masyarakat Betawi berkumpul bermusyawarah dan mengumpulkan uang atau patungan untuk membeli kerbau.
Cara mengolek uang dari mayarakat itu sering disebut *Patungan. Masyarakat mengumpulkan uang dikoordinir oleh seorang ketua panitia _*Ngandil kerbau ini. Jika sudah terkumpul uangnya, panitia pergi ke suatu daerah untuk membeli kerbau.
Jika sudah cocok dengan harganya, kerbau dibeli dan dipelihara oleh anggota keluarga patungan tadi untuk merawat dan memeliharanya. Istilah pemelihara kerbau sering disebut *Ngangon*.
Sang pemelihara kerbau memelihara dan merawatnya hingga menjelang waktu pemotongan. Setiap hari kerbau dikirim ke sawah atau lapangan berumput, agar bisa memakan rerumputan dan dedaunan. Kemudian pada sore hari, setelah dimandikan, diguyang, istilah Betawiny, kerbau digiring pulang ke dan dimasukkan ke dalam kandang.
Kegiatan seperti ini rutin dilakukan tukang ngangon kerbau hampir setiap hari hingga menjelang waktu pemotongan.
Makna Sosial Tradisi Ngandil
Tidak ada data sejarah terkait tradisi Ngandil ini. Fakta menunjukkan bahwa tradisi sudah berlangsung cukup lama dilakukan masyarakat Betawi. Dari hasil ngulik, bisa jadi tradisi ini bagian dari pengaruh tradisi masyarakat Banten, Bogor, dan daerah sekitar Jabodetabe. Karena, saya menemukan tradisi ini di kampung isteri saya di Serang, Banten. Di Serang juga tradisi ini disebut Andilan.
Dari aspek kalimat, kata Ngadil berasal dari kata Andil, artinya punya peran atau saham berupa patungan uang dalam sebuah kegiatan sosial. Kemudian, Ngandil Daging Kebo, artinya seseorang dari anggota masyarakat Betawi, dia berkontribusi dalam bentuk uang yang disimpan oleh ketua atau bendahara pantia andil Kebo. Masyarakat yang berkumpul kemudian bersepakat mengadakan patungan untuk membeli kerbau. Biasanya, dalam setiap kelompok andil terdiri dati 10 orang. Jadi, jika harga kerbau 15 juta, maka masing-masing anggota harus setor ikut patungan sekitar 1.5 juta perorang. Dan cicilan itu paling lambat dilunasi sehari sebelum pembelian kerbau. Jika berat dagingn kerbau ada sekitar 100 kg, maka setiap anggota patungan mendapatkan 10 kg daging ditambah dengan jeroan dan lain-lain.
Makna Tradisi Ngandil
Tradisi Ngandil Daging Kerbau memiliki beberapa makna yang mendalam, antara lain:
Makna Sosial
1. Penguatan Ikatan Sosial: Tradisi Ngandil Daging Kerbau memperkuat ikatan sosial antara masyarakat, terutama antara tetangga dan keluarga.
2. Kesadaran Bersama: Tradisi ini membangun kesadaran bersama tentang pentingnya berbagi dan tolong-menolong.
Makna Religius
1. Rasa Syukur: Tradisi Ngandil Daging Kerbau merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat yang telah diberikan.
2. Pengamalan Nilai-Nilai Islam: Tradisi ini mengamalkan nilai-nilai Islam seperti berbagi, tolong-menolong, dan memperkuat ukhuwah Islamiyah.
Makna Budaya
1. Pelestarian Tradisi: Tradisi Ngandil Daging Kerbau merupakan bentuk pelestarian tradisi dan budaya masyarakat Betawi.
2. Pengenalan Nilai-Nilai Budaya: Tradisi ini mengenalkan nilai-nilai budaya dan tradisi masyarakat Betawi kepada generasi muda.
Makna Filosofis
1. Kesadaran akan Keterhubungan: Tradisi Ngandil Daging Kerbau mengingatkan kita akan keterhubungan antara manusia dan alam, serta antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
2. Penghargaan atas Nikmat: Tradisi ini mengingatkan kita untuk menghargai nikmat yang telah diberikan dan untuk berbagi dengan orang lain.
Jadi , makna yang terkandung di dalam patungan andil daging kebo adalah nilai kebersamaan dalam memenuhi kebutuhan. Sebab, dengan begitu, terjadi interaksi dan komunikasi intens antara satu anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya dalam sebuah komunitas.
Demikian dan insya Allah bermanfaat {Odie}
Pamulang, 24 Maret 2025
Murodi al-Batawi