Rajab dan Perayaan Isra Mi’raj di Betawi

Oleh : Murodi al-Batawi

Dalam Kalender Islam, Bulan Rajab adalah Bulan Ketujuh, setelah Bulan Jumadil Akhir. Kata Rajab berasal dari kata Rajaba, artinya menghormati atau mengagungkan. Pemberian nama ini karena pada bulan ini Suku-suku di Arab dahulu sangat menghormati dan mengagungkannya. Pada bulan ini diharamkan semua suku melakukan peperangan dan pertumpahan darah. Karenanya, mereka memanfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya untuk menjalin kembali tali silaturrahim yang terputus ketika terjadi peperangan di antara suku-suku tersebut. Mereka memaafkan kesalahan yang telah terjadi. Karena itu, banyak umat Islam kemudian memanfaatkan bulan ini dengan berbagai kegiatan karena dinilai banyak keutamaan yang terdapat pada bulan Rajab ini.

Di antara keutamaan bulan Rajab adalah terbukanya pintu Taubat. Pintu Taubat terbuka secara lebar untuk semua dosa yang dilakukan manusia, kecuali dosa Syirik. Makanya, banyak umat Islam melakukan pertaubatan untuk memohon ampun dari semua dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan. Bahkan di beberapa wilayah, seperti masyarakat Betawi dan masyarakat Banten, melaksanakan bersih diri di sore hari untuk memasuki bulan Rajab dan berpuasa pada keesokan harinya. Ada yang berpuasa satu sampai 1-3 hari dan ada yang berpuasa selama sebulan penuh. Mereka berharap memperoleh pahala dan ampunan di bulan Rajab tersebut.

Beberapa peristiwa penting di bulan Rajab

Pada bulan Rajab Siti Aminah mulai mengandung Janin Muhammad, hasil dari perkawinan Siti Aminah bt Wahab dan Abdullah bin Abdul Muthalib. Janin yang memang ditunggu mereka. Bahkan dalam satu riwayat, Abdullah bin Abdul Muthalib merupakan seorang pemuda tampan di wajahnya dan tubuhnya tersimpan sinar bercahaya yang menjadi incaran semua para gadis di kota Mekkah. Tetapi, setelah Abdullah menikah dengan Siti Aminah, cahaya tersebut hilang dan berpindah ke dalam tubuh Siti Aminah. Cahaya tersebut kemudian diakui oleh para gadis dan penduduk Mekkah bahwa cahaya tersebut bukan cahaya biasa, tapi cahaya sebagai simbol akan lahir seseorang dari rahim Siti Aminah yang akan menjadi orang besar.

Peristiwa penting yang tercatat dalam Sejarah Islam adalah Hijrah Pertama ke Habasyah yang terjadi pada tahun ke-5 Kenabian. Nabi menganjurkan agar umat Islam Mekkah yang mendapat gangguan dan siksaan oleh kafir Quraisy, untuk hijrah ke Habasyah atau Ethiopia. Tujuannya untuk menghindari berbagai gangguan dan siksaan dari pembesar dan penduduk kafir Mekkah. Pertanyaannya kemudian mengapa memilih Habasyah bukan Yaman atau Syam untuk pergi hijrah.
Jawabannya, Habasyah negeri netral dan dipimpinnoleh seorang Raja Nasrani yang adil dan jujur. Sedang Yaman berada di bawah pengaruh dan pendudukan Persia. Sementara Syam berada di bawah pengaruh bangsa Romawi.

Setelah mempersiapkan segalanya, umat Islam Mekkah, terdiri dari 11 orang lelaki dan 5 orang perempuan. Hijrah kali ini dipimpin Usman bin Affan didampingi oleh isterinya Ruqayah binti Rasulillsh saw. Di Habasyah, mereka diterima dengan baik oleh raja Najasyi. Hijrah pertama ini menandakan dakwah Islam pertama yang terjadi di luar kota Mekkah dan kemudian hijrah ke beberapa tempat lain, seperti Thaif dan terakhir ke Madinah.

Peristiwa Isra Mi’raj: Sebuah Catatan Penting dan Bersejarah

Dan Peristiwa terpenting lainnya peristiwa Isra Mi’raj yang terjadi pada 27 Rajab yang menghasilkan perintah Allah kepada Nabi dan umat Islam untuk melaksanakan Shalat 5 waktu sehari semalam.

Sebelum peristiwa Isra Mi’raj, Nabi Muhammad saw dibangunkan oleh Malsikat Jibril dan dibawa ke Masjidil Haram. Nabi Muhammad saw menaiki Buraq dari Masjidil Haram ke Masjifil Aqsha dan beribadah di sana. Kemudian dari Masjdil Aqsha, nabi Muhammad saw melakukan Mi’raj ke Sidratil Muntaha. Dalam perjalan tersebut nabi Muhammad saw bertemu dengan para nabi terdahulu; seperti nabi di langit pertama nabi Muhammad bertemu dengan nabi Adam. Di langit kedua, nabi Muhammad saw bertemu dengan nabi Yahya dan nabi Isa. Bertemu dengan nabi Musa Isa, dan nabi Ibrahim. Hingga ke langit ketujuh, beliau bertemu dengan Allah swt. Di situlah beliau menerima perintah untuk melaksanakan Shalat lima waktu.

Peringatan Isra Mi’raj di Betawi

Ada yang menarik dari tradisi perayaan peringatan Isra Mi’raj di Betawi. Masyarakat Betawi selalu menanti moment peristiwa penting dalam Sejarah Islam, salah satunya moment memperingati perayaan peristiwa Isra Mi’raj.

Biasanya mereka mempersiapkan perayaan tersebut dengan apik dan cukup meriah. Masjid dan Mushalla dibersihkan dan dicat ulang. Masyarakat Betawi, biasanya, melakukan gotong royong, termasuk persiapan menu masakan yang dilakukan. Mulai dari pengumpulan uang belanja. Membeli bahan masakan dan lalu mereka secara bersama-sama, terutama ibu-ibu memasak di dapur. Bahan yang sudah mereka beli, mereka bersihkan. Termasuk membersihkan hewan, seperti ayam dan kambing untuk dimasak.

Sementara para bapak dan panitia mempersiapkan tempat acara perayaan peringatan Isra Mi’raj. Panitia menjemput Kyai/ Ulama yang diundang sebagai pemberi materi atau ceramah tentang Isra Mi’raj.

Dahulu, sekitar akhir tahun 60-an saat belum ada listrik, masyarakat mempersiapkan beberapa petromax, sebagai alat penerang. Masyarakat Betawi, sebelum Maghrib, berdatangan ke Masjid atau Mushalla untuk melaksanakan Shalat Maghrib berjama’ah. Usai shalat, mereka berdzikir dan berdo’a untuk kesehatan, kebahagiaan dan keselamatan mereka di dunia dan akhirat. Sambil menunggu waktu Shalat Isya, mereka membaca al-qur’an dan berdiskusi banyak hal, terutama terkait persoalan keagamaan. Tiba saat Shalat Isya, mereka sudah siap melaksanakannya. Kemudian mereka biasanya berdzikir dan berfo’a bersama. Serelah itu, mereka menata kembali ruangan atau tempat untuk kegiatan pengajian berupa ceramah tentang Isra Mi’raj. Sambil menunggu penceramah, mereka mempersiapkan hidangan ringan untuk mereka dan penceramah.

Biasanya, penceramah yang diundang tidak hanya satu orang, tiga orang, bahkan lebih. Persis seperti pemilihan da’i. Para penceramah yang diundang biasanya yang sedang ngetop atau istilah sekarang viral. Seperti pada 1970-1980 an, penceramahnya terdiri dari KH. Hasyim Adnan. KH. Syukon Makmun. KH. Idham Kholid, KH. Zainuddin MZ, dan lain-lain. Mereka semuanya tampil, meski hanya 30 menit. Meski begitu, jama’ahnya membludag. Mereka baru pulang setelah rangkaian acara peringatan Isra Mi’raj usai, medki waktu penutupannya sekitar pukul 24.00 wib. Mereka senang mendapatkan ilmu pengetahuan agama yang mereka peroleh dari para Kyai berilmu.

Namun, sebelum mereka pulang, mereka sudah mendapatkan berkat atau ambengan, yang dimasak para ibu-ibu atau mereka membawanya dari rumah masing-masing yang dikumpulkan ke Masjid atau Mushalla. Kemudian usai mendengarkan ceramah, mereka ada yang dan banyak pula yang makan di lokasi acara dan membungkusnya untuk dibawa pulang.

Dahulu, makanan terenak adalah nasi berkat yang dibawa orang tua dari acara yang dilaksanakan di Masjid atau Mushalla. Mungkin karena sudah dibacakan do’a, sehingga memakannya terasa nikmat luar biasa {Odie}

Pamulang,11 Januari 2025
Murodi al-Batawi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *